Kamis, 02 Februari 2012

Iman

Dua kenyataan besar yang akan terus dirasakan dalam pribadi manusia yaitu tabiat keimanan naik dan turun : meningkat ketika kita sedang berada di majelis keilmuan, di antara orang-orang saleh, di masjid, dan ketika biasanya keluar dari lingkungan tersebut mungkin keimanan seseorang akan berkurang. Ibnu Mas’ud “Sesungguhnya jiwa-jiwa itu mempunyai saat-saat yang cerendung untuk beribadah dan tidak beribadah”.Ukuran kebaikan seseorang tidak dilihat dari awal ataupun pertengahan hidupnya, tetapi yang di lihat adalah pada ahir hidupnya."
Bagaimana caranya membuat keimanan seseorang menjadi stabil:
1. Al-ma’rifah (Pengetahuan) :karena iman adalah kumpulan kebenaran-kebenaran yang kita ketahui, lalu kita pahami, lalu kita hayati dan kita yakini. Sehingga keimanan bersumber dari kesadaran suatu pribadi yang kemudian berkembang sampai relung-relung jiwa kita.
Orang-orang yang hatinya berpenyakit akan mengikuti ayat-ayat mutasyabihat yang arti kepastiannya belum dipastikan, sehingga mereka mengartikan ayat-ayat tersebut sesuai syahwatnya. Salah satu penyebab seseorang menjadi kafir adalah ketidakmampuannya dalam menghadapi berbagai macam subhat. Subhat ini dapat kita temukan dalam bentuk struktur sosial politik seperti kebijakan-kebijakan pemerintah; dan kebudayaan nenek moyang yang masih diikuti padahal budaya nenek moyang tersebut sama sekali tidak sesuai dengan petunjuk Allah.
Misalnya di Bali yaitu di desa Buyan Gede ada sebuah kebiasaan menyimpan ari-ari dalam batok kelapa kemudian digantungkan di atas pohon kelapa. Hal ini juga memang karena manusia diciptakan untuk mengikuti atau mencontoh orang lain, sebagai contoh saat pembunuhan manusia pertama kali yaitu pembunuhan Habil oleh Qabil, Habil mengimitasi perilaku seekor burung gagak yang mengubur seekor burung gagak lain yang telah mati, kemudian Habil pun mengikuti perilaku burung gagak tersebut dan menguburkan mayat Qabil. Banyak ahli psikologi yang menyatakan kemampuan untuk mengikuti cara orang lain berperilaku dengan baik merupakan potensi yang sangat baik bagi keberlangsungan kehidupan manusia, namun di sini manusia mempunyai akal untuk memilih apa-apa saja yang memang baik dan benar terhadap hal-hal yang akan diperbuatnya. Kita dapat mengambil pelajaran dari kiat-kiat orang sukses, dan tidak mengikuti prilaku orang-orang yang tidak bermoral. Gaya berpakaian seperti sekarang ini yang lagi ngetrend seperti wanita berjilbab, makanan favorit, dan juga kegemaran pada zaman sekarang banyak yang meniru gaya barat, itu adalah hal yang wajar, tetapi lebih baik lagi jika kita mempunyai ciri khas pribadi yang sesuai tuntunan Allah. So ketika keimanan tidak didasarkan pada pengetahuan maka sesungguhnya iman itu rapuh, pemikiran-pemikiran yang ditawarkan barat atau yang sering kita sebut sebagai “perang pemikiran” akan mampu menggoyahkan keimanan seseorang.
Logika psikologi seperti wajar saja jika ada seorang kaya, punya jabatan tinggi, muda dan ganteng maka ia akan sombong akan dirinya, itu adalah logika psikologi. Dan sikap rendah hati atau tawadhu adalah sikap merendahkan diri padahal ia secara lahir mempunyai kelebihan-kelebihan dari pada orang lain, orang yang tawadhu sebenarnya mempunyai pengetahuan akan kebenaran syar’i yaitu bahwa di atas langit masih ada langit. Sebaliknya orang yang sombong padahal ia dan tidak berilmu, maka itu adalah penyakit hati, karenya ia tidak punya alasan untuk menyombongkan diri. Begitu juga seorang Bos yang kaya, punya banyak anak buah, sering bertemu karyawan-karyawannya yang cantik, dan dapat menjaga rahasia dengan baik, jika dalam logika psikologi ia memang mudah sja untuk main wanita. Jiwa kita membutuhkan waktu untuk beradaptasi terhadap keimanan-keimanan tadi, untuk itu juga kita harus mempunyai konteks standar hidup ibadah untuk menjaga keimanan tersebut dari serangan-serangan setan, seperti tilawah tiap hari, zikir harian pagi dan sore, dan puasa senin kamis.
Terkadang pengalaman hidup tidaklah cukup bagi seorang manusia untuk mengerti banyaknya pengetahuan itu karena kita dibatasi oleh hanya hidup beberapa puluh tahun saja, dan mempelajari pengalaman-pengalaman hidup orang-orang yang lebih dulu hidup adalah sangatlah harus dilakukan (Q.S. Al-Alaq : 1-5), bahkan ada yang berkata jikalau kita tidak mengetahui sejarah maka kita seakan dikutuk untuk mengulangi sejarah yang buruk tersebut. Tidak hanya pengetahuan yang bersifat kognitif saja, kadang kala ada beberapa ilmu yang tidak dapat kita dapat dari dunia nyata ini, melainkan dari hati masing-masing setiap individu tersebut, spriritualitas tersebut memang telah ditanam ke dalam hati manusia oleh Penciptanya (Q.S. Al-Araf : 172).
2. Management konflik jiwa
a. Muhasabah (Introspeksi diri)
Melihat kembali ibadah-ibadah yang telah kita lakukan, apa saja maksiat yang telah kita tinggalkan, apa saja akhlak yang kita dapat seminggu terahir, apa saja amalan harian yang masih tetap istiqomah dilakukan. Muhasabah dapat dilakukan dengan cara menyendiri tanpa ada gangguan orang lain seperti meditasi sejenak. Kita mengevaluasi apa saja yang ada pada diri kita, jangan sampai orang lain yang lebih tahu akan diri kita dari pada diri kita sendiri.
b. Jika terlanjut terjatuh kepada dosa, maka kita harus langsung bangkit. Saat kita tidak sadar kita sering terjerat oleh setan, hal ini memang manusiawi, maka hal yang paling paling baik dilakukan adalah segera dan cepat untuk memperbaikinya, sesuai hadist nabi “sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang selalu bertaubat” dan cara lain untuk memperbaiki perbuatan dosa adalah melakukan hal baik yang baru, seperti juga kejahatan, akan mengajak kejahatan yang lain. Ketika di mesjid, maka kita akan tergoda untuk berbuat kebaikan, begitu juga saat kita sering bergaul dengan teman yang kurang agamis, semakin sulit untuk membaca Al-Quran, semakin kita sulit untuk sholat berjamaah. Ketika shalat fardu di mesjid, kita akan lebih semangat untuk melakukan shalat sunah rawatib dari pada shalat di rumah. (intinya dekati sarana ibadah).